Rabu, 24 Juni 2009


KOALISI PERSATUAN NASIONAL

1. Apa yang dimaksud dengan Pemerintahan Koalisi/ persatuan Nasional?

Pemerintahan koalisi mengacu pada pemerintahan yang melibatkan sejumlah partai atau golongan politik, untuk menciptakan kepemimpinan politik yang kuat dan stabil. Akan tetapi, di berbagai negara pemerintahan koalisi seringkali menjadi pertimbangan pragmatis sejumlah partai untuk memperoleh kedudukan bersama dalam kekuasaan. Di Indonesia, pemerintahan koalisi-partai seringkali dipraktekkan, seperti pemerintahan koalisi Golkar-Demokrat dewasa ini, namun bertujuan untuk memperkuat kepentingan elit nasional, birokrat korup, oligarki, dan kepentingan imperialisme.

Pemerintahan koalisi persatuan nasional justru sebaliknya; ia merupakan alat politik yang dibangun dari bawah, berdasarkan kesepakatan seluruh partai-partai, golongan, organisasi massa, dan individu yang menyepakati program koalisi persatuan nasional. Koalisi persatuan nasional jelas berjiwa dan berkarakter progressif-kerakyatan, serta menyetujui platform kemandirian nasional, pluralisme, dan pro-rakyat.

Pemerintahan koalisi persatuan berdiri diatas kepentingan nasional dan seluruh rakyat. Maka, tindakan pertama kali yang akan dilakukan pemerintahan koalisi persatuan nasional adalah mencabut UU pro-neoliberal, menghapuskan utang luar negeri, mengambil alih (retake) control terhadap perusahaan asing yang sifatnya strategis.

2. Apa latarbelakang Pembentukan Pemerintahan Koalisi Persatuan Nasional

Dari begitu banyak persoalan kebangsaan yang menjadi sumber keprihatinan bersama sekarang ini, setidaknya dapat disimpulkan beberapa hal pokok; pertama, kapitalisme neoliberal sedang mengalami krisis, yang derajat dan tingkat kesulitannya diperkirakan menyamai great depression 1930-an, sehingga menciptakan kelonggaran kepada kekuatan progressif/alternative guna mendorong alternatif perubahan. Kedua, situasi politik di dalam negeri, karena kepentingan menjaga kesinambungan neoliberalisme, begitu meninggikan pagar sehingga mempersulit keterlibatan partai-partai dan tokoh-tokoh alternatif. Ini dapat disaksikan pada UU pemilu dan UU pilpres yang baru saja disahkan; kedua UU ini berwatak menghambat partai alternatif dan capres kerakyatan, sehingga solusinya paling tidak adalah koalisi. Ketiga, isu anti neoliberalisme, termasuk Tri-Panji Persatuan Nasional, semakin menemukan tempatnya dalam isu dan program yang disusun oleh elit politik nasional, terutama sebagai amunisi untuk “menghajar” pemerintahan SBY-JK.

3. Apa bedanya Koalisi Persatuan dengan koalisi-koalisi lain yang pernah dibentuk oleh partai-partai politik dalam sejarah Indonesia?

Pada kurun waktu tahun 1955 hingga 1960-an, terbentuk FRONT NASIONAL yang bukan hanya menghimpun partai-partai politik, tapi juga golongan politik tertentu asalkan mendukung politik FRONT NASIONAL yang anti imperialis; manipol usdek, demokrasi terpimpin, Trisakti, Resopin, dll. Kendati memiliki tujuan yang baik, akan tetapi Front Nasional dimasa soekarno kurang mendukung politik anti-imperialisme, karena beberapa unsur yang bergabung didalamnya, terutama sayap kanan, hanya berpura-pura mendukung front nasional, tapi pada kenyataannya tidak.

Setelah itu, politik persatuan yang berbasiskan kepentingan nasional turut mati. Selama puluhan tahun, partai-partai membangun koalisi sekedar untuk menjaga stabilitas kekuasaan dari rejim berkuasa. Pada masa orde baru berkuasa, tiga partai berturut-turut menyokong seorang presiden dalam pemerintahan, tanpa ada keberanian berbeda pandangan politik ataupun kebijakan. Pada masa reformasi, yang ditandai dengan hidupnya multi-partai, tidak juga menambah bobot koalisi politik antar-parpol. Tetap saja, mereka berdagang untuk mendapatkan tempat dalam kekuasaan, ketimbang mengartikulasikan kepentingan rakyat dan kepentingan bangsa.

Ada koalisi poros tengah yang merupakan koalisi partai islam dan tengah untuk menggusur pemerintahan Gusdur; ada pula koalisi gotong royong yang menyertakan begitu banyak partai, hingga koalisi Indonesia bersatu yang dikomandoi Golkar dan Demokrat, untuk menyokong pemerintahan SBY-JK.

Koalisi itu tidak mencerminkan kehendak rakyat. Koalisi itu dibangun dari atas, berdasarkan kesepakatan para elit, dan sekedar alat tawar-menawar kekuasaan. Basis persatuannya juga bukan program kerakyatan, tapi kesepakatan tertutup diantara pimpinan partai untuk bagi-bagi jabatan dalam pemerintahan. Koalisi mereka temporer dan cepat bubar hanya karena intrik politik atau karena bagi jatah kekuasaan yang kurang merata.

Koalisi persatuan nasional berbeda dengan koalisi semacam itu. Pemerintahan koalisi persatuan nasional, seperti dijelaskan sebelumnya, dibentuk dan tersusun dari bawah, meliputi bukan saja partai politik, tapi juga golongan, organisasi massa, tokoh agama, bahkan individu yang menyepakati platform dan visi perjuangan kami. Koalisi persatuan nasional berdiri atas kepentingan nasional dan seluruh rakyat, sehingga ia tetap menyandarkan kekuatannya pada aksi dan mobilisasi umum seluruh rakyat.

4. Bagaimana pandangan anda terhadap Krisis financial sekarang dan pemilu 2009?

Tidak bisa disangkal, bahwa isu ekonomi akan menjadi sangat dominan dalam pemilu 2009. hal tersebut disebabkan bukan saja karena merupakan problem mendasar yang dihadapi oleh rakyat, tapi juga disebabkan oleh fakta bahwa krisis financial yang bermuasal dari AS, negeri yang selalu menjadi kiblat pendukung neoliberal di Indonesia, kini sedang memasuki sebuah periode krisis yang berdampak lebih dalam, lebih luas, dan tentu saja lebih merusakkan. Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari krisis ini; Krisis yang berlangsung sekarang, dan tentu saja berdampak luas hingga pemilu, menkonfirmasikan beberapa hal; pertama, pengalihan beban ekonomi dari penanganan terhadap krisis di pusat kapitalis (AS) kepada Negara-negara berkembang. Dan di pundak Negara-negara berkembang, beban tersebutkan akan dipikulkan kepada rakyat miskin dan sektor ekonomi domestik. Kedua, krisis tersebut akan menaikkan ketidakpercayaan terhadap ekonomi neoliberal, dan juga akan menggeser posisi sejumlah politisi, ekonom, ataupun akademisi moderat untuk lebih kritis terhadap neoliberal. Ketiga, krisis ini akan menjadi kesulitan baru bagi pemerintah sekarang untuk menghindar dari kegagalan total, sehingga berpengaruh pada kemerosotan terhadap dukungan mereka dalam momentum electoral.

Jauh sebelum ini, tekanan-tekanan ekonomi terhadap rakyat akibat serangkaian kebijakan ekonomi pemerintah, seperti kenaikan harga BBM, kenaikan harga sembako, kenaikan harga elpiji, telah melahirkan “ketidakpuasan” luar biasa terhadap pemerintah.

5. Apa masalah politik utama bagi lahirnya Pemerintahan Nasional yang kuat dan mandiri?

Saat ini, masalah politik utama dalam merangkai sebuah persatuan berbasiskan program kerakyatan di Indonesia terhambat beberapa kendala; pertama, problem fragmentasi politik yang sudah sedemikian lebar dan berserakan. Secara sederhana, problem fragmentasi dapat dipandang sebagai hasil ketiadaan ideology yang menjadi pembimbing gagasan dan cita-cita kolektif para politisi dan partai, dalam mewujudkan cita-cita kolektif seluruh rakyat[1].

Kedua, sistem politik demokrasi, yang didesain menurut demokrasi barat, tidak memberikan kesempatan dan ruang bagi partai politik alternatif dan calon-calon legislative, senator, ataupun calon presiden dari rakyat. Selain karena biaya politik yang terlampau mahal, juga dijumpai sejumlah aturan yang menghambat partisipasi politik rakyat, seperti UU pilpres, sistem ambang batas, penyederhanaan politik, dsb.

Ketiga, panggung politik nasional masih didominasi dan dipenuhi muka-muka tua. Kendati, ada sentimen bahwa calon kaum muda sudah memiliki kans untuk dapat bertarung dalam electoral, tapi modal dan tantangan politik yang dihadapi cukup besar; apatisme rakyat, wajah politik yang sudah terlampau jelek dimata rakyat, dan sistem dalam kehidupan politik yang benar-benar korup, tidak manusiawi, dan kerakyatan.

6. Unsur-unsur mana saja, menurut anda, yang merupakan embrio yang bakal dirangkul dalam Koalisi Persatuan Nasional?

Dalam hal ini, kami menegaskan bahwa politik kami adalah anti-neoliberal. Sehingga dalam lapangan perjuangan, musuh utama kami adalah partai-partai, akademisi, dan lembaga-lembaga pendukung neoliberalisme. Siapa partai yang mendukung neoliberalisme? Yaitu Golkar dan Demokrat. Kedua partai itu merupakan unsur paling reaksioner, paling bertanggung jawab atas malapetaka neoliberal di Indonesia; partai itu yang menaikkan harga BBM, memprivatisasi BUMN, mensahkan UU yang membatasi hak berserikat dan mogok bagi pekerja, meliberalkan perdagangan, menyerahkan kepemilikan migas kepada asing, dsb. Itulah musuh pokok rakyat Indonesia; yang juga merupakan musuh pokok koalisi persatuan nasional.

kami menyadari, bahwa jalan satu-satunya menyingkirkan penjajahan asing adalah persatuan, maka kami akan mengajukan proposal persatuan kepada partai, golongan, maupun individu, yang menyepakati program dan platform kami; kemandirian nasional, pluralisme, dan pro-rakyat. Setidaknya, menurut kami, bahwa ada 3 unsur kekuatan yang sementara ini memiliki sentimen menentang neoliberalisme, yaitu; nasionalis progressif, sosialis-kerakyatan, dan religius-progressif. Penyatuan ketiga unsur tersebut harus melalui sebuah front persatuan/koalisi persatuan yang luas dan lebar, tapi dengan platform yang jelas, karena fragmentasi politik telah membelah-belah kekuatan politik, termasuk progressifnya.

7. Apa cita-cita politik Koalisi Persatuan Nasional?

visi dan orientasi politik kekuasaan atau pemerintahan yang kita tawarkan adalah:

1. Mendirikan Pemerintahan Indonesia, yakni Pemerintahan Koalisi/Persatuan Nasional untuk kemandirian bangsa yang berdaulat dari intervensi/pengaruh asing, demokratis, bersih dari KKN, dan berpihak kepada rakyat.

2. Mewujudkan bangsa Indonesia yang damai, berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya.

3. Mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia yang demokratis secara politik, memaksimalkan partisipasi rakyat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengontrolan, dan evaluasi kegiatan-kegiatan sosial.

4. Mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia yang adil secara ekonomi (tanpa eksploitasi antara sesama manusia), dan menjunjung tinggi nilai-nilai kepribadian Indonesia (sesuai semangat kemerdekaan Indonesia).

Mewujudkan Indonesia yang damai dalam pluralisme, saling menghargai dan bersatu dalam perbedaan-perbedaan suku, agama, ras, dan golongan.

Dikutip dari SPARTAN Lampung



0 komentar:

Posting Komentar