Dikutip dari Suar Suroso/Rumahkiri.com
Penyair Buruh
Bangunlah kaum yang terhina!
Bangunlah kaum yang lapar!
Demikianlah kalimat-kalimat pertama dari lagu Internasionale. Syair lagu ini ditulis oleh Eugene Pottier, seorang penyair buruh Perancis. E. Pottier lahir di Paris seratus sembilan puluh tahun yang lalu, tepatnya 4 Oktober 1816. Dia adalah seorang buruh, berasal dari keluarga miskin. Sampai akhir hayatnya tetap hidup dalam kemiskinan. Pada usia 14 tahun, dia tampil dengan sajaknya yang pertama berjudul Hidup Kebebasan! Tahun empatpuluhan abad XIX, E. Pottier aktif bergerak di kalangan kaum buruh Perancis. Sejak masa remaja, melalui syair-syairnya, E. Pottier ikut membangkitkan semangat kaum buruh Perancis berjuang melawan penindasan yang dilakukan kaum borjuis. Salah satu sajaknya yang ditulis tahun 1848 berjudul Le Peuple (Rakyat), berbunyi sebagai berikut:
Hanya bermantel dingin membeku
dikala turun hujan gerimis,
yang menimpa seluruh Paris,
kaki-kaki berlumur lumpur,
menghadapi senapan mesin
hanya bersenjata beberapa senapan tua,
pekak telinga karena teriak kelaparan
yang menggantikan perasaan halus,
dan dalam kehausan membakar jasad
tetap tampil dalam perjuangan besar ini.
Dalam pertempuran Februari atau Revolusi Juli,
di kala para anggota ditembaki dalam pertempuran
untuk apa dada telanjang jadi korban tembakan pasukan tempur,
dan disiksa dipinggir-pinggir jalan,
hingga yang tersisa hanya pakaian compang-camping.
Inginkah mereka akan atap istana yang gemerlapan
untuk menyembunyikan tulang-belulang yang beku kedinginan,
inginkah mereka berguling di ranjang-ranjang mewah ?
Tidak! Bukan untuk itu mereka luka.
Yang mereka butuhkan adalah hak-hak mereka dan roti !
Roti untuk anak-anak mereka yang menderita
tersiksa kemiskinan dan kelaparan!
Hak-hak mereka lah yang harus ditakar pada timbangan,
dimana diukur nasib mereka.
Seharusnya, pada akhirnya di bumi Perancis
setiap orang adalah warganegara !
Tapi hak-hak yang diidamkan ini dibayar dengan nyawa,
harus mereka rebut dengan perjuangan.
Di Istana para Penguasa,
dengan jari tangan-tangan mereka yang kurus kering
telah digoreskan mereka kata-kata:
Hidup Merdeka atau Mati
Tahun 1884 puisi-puisinya dibukukan dalam Quel Est Le Fou? Chansons (Mana si Sinting? Nyanyi-nyanyian), kemudian tahun 1889 diterbitkan Chants Revolutionnaires (Nyanyian Revolusioner) dan tahun 1979, dalam dua bahasa Perancis dan Tionghoa diterbitkan Eugene Pottier Poesies Choisies (Puisi Pilihan Eugene Pottier. Puisi-puisi Pottier menyenandungkan kehidupan rakyat yang penuh penderitaan, perlawanan menentang penindasan, keperwiraan membela Komune Paris, serta optimisme akan kemenangan perjuangan demi keadilan.
E. Pottier dan Komune Paris
Dua puluh tiga tahun sesudah Manifes Partai Komunis ditulis Marx dan Engels, bulan Maret 1871, kaum buruh Paris melakukan pemberontakan dan membentuk Komune Paris. Bersama Leo Frankel, Lazare Levy dan lain-lain, nama E.Pottier tercantum dalam daftar penandatangan Manifes Dewan Federal Internasional Paris untuk pemilihan umum Komune. Dengan jumlah suara yang besar, E. Pottier terpilih menjadi anggota pimpinan Komune Paris. Dari 3.600 pemilih, 3.352 memilih Pottier.
Komune Paris adalah realisasi isi Manifes Partai Komunis, yaitu mendirikan kekuasaan kelas pekerja, menggulingkan borjuis dan kekuasaan feodal. Untuk pertama kali dalam sejarah diwujudkan dalam kenyataan: diktator proletariat.
Dalam masa yang pendek, Komue Paris telah mengambil tindakan-tindakan penting, antara lain (1) menghapuskan tentara tetap dan menyatakan bahwa satu-satunya angkatan bersenjata adalah pasukan Garda Nasional (anggotanya adalah semua warga yang mampu mengangkat senjata); (2) menghentikan semua kewajiban membayar kepada Kantor Kotapraja; (3) mendekritkan pemisahan agama dari negara dan menghapuskan semua pembayaran untuk tujuan keagamaan; (4) mengalihkan semua kekayaan gereja menjadi milik nasional; (5) membawa keluar guillotine (pisau untuk memotong leher manusia yang dieksekusi) untuk dibakar di depan umum; (6) melakukan penghancuran Tugu Kemenangan dengan patung Napoleon I yang dianggap sebagai lambang sovinisme, lambang militerisme dan lambang perang perampokan. Semua putusan dan dekrit Komune Paris adalah berwatak membela kepentingan proletar, memberi dasar yang diperlukan bagi kegiatan bebas kelas pekerja. Tugas proletariat untuk merebut kekuasaan politik yang diajukan oleh Internasionale I sudah mendapatkan perwujudannya yang pertama dengan terbentuknya Komune Paris.
E. Pottier bersama Edouard Vaillant, Augustin Avrial, Joannar, Simon Dereur adalah anggota pimpinan Komune Paris yang ingin mendirikan kekuasaan proletar yang kuat dan yang mewakili kelas buruh serta melakukan perlawanan dengan keras. Namun, Komune Paris tidak berumur panjang. Borjuis Perancis yang dibenggoli Louis-Adolphe Thiers—Pemerintahan Versaillkes—melakukan serangan militer membasmi Komune. Banyak anggota pimpinan Komune yang gugur, korban minggu berdarah 2-28 Mei 1871. Teror Pemerintahan Versailles ini menyebabkan 30 sampai 40 ribu orang pendukung Komune terbunuh, 40 ribu dipenjarakan, termasuk banyak wanita dan anak-anak. Selama seminggu suntuk berlangsung pembunuhan besar-besaran terhadap rakyat tidak bersenjata, pria, wanita dan anak-anak. Senapan biasa tidak memadai lagi untuk membunuh dengan cepat, sehingga pembunuhan atas ratusan tahanan dilakukan dengan menggunakan senapan mesin. Dinding Komunar di pemakaman Pere Lachaise, di mana berlangsung pembantaian massal itu, kini masih berdiri menjadi saksi bisu atas kegilaan yang dilakukan kelas penguasa terhadap kelas pekerja yang berani bangkit membela hak-hak mereka. Histeria menghantui Paris. Di bulan Mei 1871, tentara dan polisi menembak setiap orang yang kelihatan. Paris dilanda pembantaian manusia. Penembakan berlangsung terus sampai barikade terakhir takluk. Komune Paris dikalahkan.
Betapapun besarnya pengorbanan kaum Komunar, Komune Paris mempunyai arti yang sangat penting bagi perjuangan umum proletariat. Komune Paris telah membawa maju perjuangan untuk sosialisme di Eropa; telah menunjukkan kekuatan perang dalam negeri. Komune Paris adalah contoh gemilang yang paling cemerlang dari gerakan proletariat di abad XIX. Dari pengalaman ini proletariat mendapat pendidikan bahwa perjuangan kelas, dalam syarat-syarat tertentu akan mengambil bentuk perjuangan bersenjata dan perang dalam negeri, dan hanya kelas buruhlah yang setia sampai terakhir pada Komune, sedangkan kaum republiken borjuis kecil segera membelot.
Dalam sidang Dewan Umum Internasionale tanggal 25 Mei 1871 Marx mengatakan, kekalahan Komune terjadi karena penindasan yang dilakukan terhadap Komune dengan bantuan kekuatan Prussia. Prussia Bismarck yang bermusuhan dengan Perancis membebaskan 13.000 pasukan Perancis yang telah tertawan untuk digunakan oleh borjuis Perancis mengepung Paris dan menindas Komune. Ini adalah pengalaman sejarah. Kelas atas selalu bersatu untuk menindas kelas pekerja. Dalam sidang tersebut Marx menyatakan bahwa kekalahan proletariat bersifat sementara. Prinsip-prinsip Komune adalah abadi dan tidak dapat dihancurkan. Dia akan muncul lagi sampai pada kelas pekerja mencapai pembebasan. Juni 1871 E. Pottier mengabadikan semangat Komune Paris dengan sajaknya Internasionale. Tujuh belas tahun kemudian, bulan Juni 1888, seorang komponis kelas buruh, Pierre Degeyter, menggubah musik untuk syair tersebut. Lahirlah Himne Internasionale. Sejak itu lagu Internasionale berkumandang di semua benua.
Pada tahun duapuluhan abad XX lagu Internasionale berkumandang di Indonesia. Semangat yang terkandung dalam bait-bait Internasionale ciptaan E. Pottier adalah cita-cita perjuangan pembebasan umat manusia dari penghisapan. Didalamnya terdapat seruan (1) menggerakkan proletariat dan rakyat pekerja supaya bangkit berjuang untuk menghancurkan dunia lama; (2) mengumandangkan tugas kelas pekerja untuk membebaskan seluruh umat manusia dengan bersandar pada kekuatan sendiri dan perjuangan sendiri, bukan bersandar pada kemurahan hati para mahajuru-selamat, Tuhan ataupun Raja; (3) menanamkan keyakinan bahwa perjuangan kelas pekerja untuk menggulingkan kekuasaan kelas penghisap dan menggantinya dengan kekuasaan kelas pekerja pasti akan mencapai kemenangan. Hakekatnya adalah mengandung cita-cita sosialisme dan cara berjuang mencapainya.
Terbentuknya Komune Paris adalah puncak perlawanan kelas pekerja di abad XIX, menggulingkan kekuasaan politik borjuis, mendirikan kekuasaan politik kelas pekerja. Hampir setengah abad kemudian, tahun 1917 dibawah pimpinan Lenin, Revolusi Oktober Russia mencapai kemenangan, disusul berdirinya diktator proletariat Negara Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis (URSS). Itu adalah puncak kemenangan perjuangan kelas buruh di abad XX.
Komune Paris ambruk karena serangan bersenjata dan pembantaian atas kaum Komunar yang dilakukan borjuis Perancis yang dibenggoli Louis-Adolphe Thiers. URSS berantakan bukan karena serangan bersenjata borjuis. Banyak faktor dan sangat rumit hal-hal yang menyebabkan URSS ambruk. Antara lain karena tidak cekatan menghadapi strategi the policy of containment—politik pembendungan komunisme sejagat— yaitu Perang Dingin yang dilancarkan Amerika Serikat. Tapi yang paling menentukan, faktor penyebab ambruknya URSS adalah karena pimpinan tertinggi PKUS mencampakkan ajaran fundamental Marx dan Lenin tentang diktator proletariat, karena secara sukarela melepaskan kedudukan memimpin dari PKUS atas negara.
Lenyapnya Komune Paris di abad XIX dan ambruknya URSS di abad XX tidak berarti gerakan dan usaha membangun sosialisme di dunia menjadi punah. Kini, di awal abad XXI, Tiongkok membangun sosialisme berkepribadian Tiongkok. Sadar akan adanya bahaya pengulangan riwayat Komune Paris dan ambruknya diktator proletariat Sovyet, Deng Xiaoping dengan tangguh menyerukan untuk menjunjung tinggi Empat Prinsip Dasar, yaitu: pertama, setia menempuh jalan sosialis; kedua, mempertahankan diktator proletariat; ketiga, dibawah pimpinan Partai Komunis; dan keempat, menjunjung tinggi ideologi pembimbing Marxisme-Leninisme piikiran Mao Zedong.
Memang, baik Marx maupun Lenin tidaklah sempat meninggalkan ajaran tentang cara mempertahankan, membela dan mengkonsolidasi diktator proletariat. Karena itu, tidaklah cukup dengan hanya memahami, berpegang dan berpedoman pada ajaran Marx dan Lenin untuk bisa membela diktator proletariat di abad XXI. Karena itu, kini ideologi yang mendasari PKT (Partai Komunis Tiongkok) tidak hanya Marxisme-Leninisme, tetapi memadukan Marxisme-Leninisme, pikiran Mao Zedong, teori Deng Xiaoping. Hal itu dicantumkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Rakyat Tiongkok, diktator proletariat Tiongkok, yaitu kediktatoran demokrasi rakyat Tiongkok yang menjalankan sistim politik kerjasama multipartai dibawah pimpinan Partai Komunis Tiongkok.
Di awal abad XXI, dunia menyaksikan kebangkitan Tiongkok yang dahsyat di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan olahraga. Demikian pula terdapat perkembangan maju di Vietnam, Kuba dan Republik Demokrasi Korea. Dan gerakan yang mencita-citakan sosialisme kian berkumandang di Amerika Latin. Inilah demonstrasi tidak punahnya gerakan serta usaha membangun sosialisme di dunia! Inilah demonstrasi vitalitas usaha membangun dan membela sosialisme!
Himne Internasionale Syair Pottier
Di berbagai negeri Lagu Internasionale diterjemahkan ke dalam bahasa masing-masing. Rakyat Indonesia pun mengenal Lagu Internasionale dalam bahasa Indonesia— terjemahan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara), yang kemudian dikembangkan dan dipopulerkan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Lagu Internasionale sudah dikenal luas di Indonesia sejak tahun duapuluhan. Di banyak kesempatan upacara dan rapat besar sering dikumandangkan dengan khidmat dan bersemangat.
Dalam kesempatan memperingati ulang tahun ke-100 Komune Paris, sejumlah kawan yang menaruh perhatian pada himne Internasionale telah berusaha melakukan penyaduran kembali terjemahannya. Penyaduran dilakukan dengan pendekatan pada terjemahan-terjemahan dalam bahasa Russia, Inggris, Tionghoa, Jerman, Belanda dan bahasa asli Prancis. Mereka yang ambil bahagian dalam usaha penyaduran ini antara lain adalah: bung Soepeno (mantan anggota DPR Gotong Royong, anggota Pimpinan Kantor Berita ANTARA), Utuy Tatang Sontani (sastrawan), Agus J., dan Suar Suroso. Teks lengkap hasil penyaduran itu dimuat dalam buku Asal Usul Teori Sosialisme, Marxisme Sampai Komune Paris, halaman 116-117, tulisan Suar Suroso, terbitan Pustaka PENA, Jakarta, tahun 2001.
Himne Internasionale
Sajak: Eugene Pottier; Musik: Pierre Degeyter
Bangunlah kaum yang lapar!
Meng’glora dendam dalam dada,
Kita berjuang ’tuk kebenaran.
Hancurkan seluruh dunia lama,
Kaum budak, bangun, bangun!
Kita yang kini hina-papa,
Akan menguasai dunia.
Perjuangan penghabisan,
Bersatu berlawan!
Internasionale
Pastilah di dunia!
Tiada maha-juru-s’lamat,
Tidak Tuhan atau raja.
Kebahagiaan umat-manusia
Harus kita sendiri cipta.
Bebaskan jiwa dari penjara,
Rebut kembali hasil kerja.
Kobarkan api, seg’ra tempa
Selagi baja membara!
Perjuangan penghabisan,
Bersatu berlawan!
Internasionale
Pastilah di dunia!
Kitalah kaum buruh dan tani,
Tentara-kerja perkasa.
Bumi hanya milik pekerja,
Benalu tak berhak serta.
Cukup sudah darah-kringat terhisap,
Saat pasti akan tiba.
Setan siluman musnah lenyap,
Surya cemerlang senantiasa!
Perjuangan penghabisan,
Bersatu berlawan!
Internasionale
Pastilah di dunia!
0 komentar:
Posting Komentar