Selasa, 14 Juli 2009

Menelusuri tokoh Fernando Lugo Sang "Uskup Merah"


Paraguay telah memilih presiden baru. Seorang bekas uskup katolik dilantik sebagai presiden baru. Fernando Lugo, penganut teologi pembebasan yang dikenal berhaluan kiri terpilih adalah presiden Paraguay. Dengan mengenakan sandal, ia mengunjungi desa-desa dan kawasan miskin. Laki-laki berjanggut, bertubuh besar dan berkacamata nikel menyalami, menghibur dan memberi harapan bagi penduduk setempat. Bekas uskup berusia 57 tahun itu berhasil meraih jabatan kenegaraan tertinggi Paraguay. Juli lalu, Vatikan akhirnya merelakan Lugo melepaskan keimamannya. Keputusan itu membuat Lugo begitu bahagia: "Dengan memikirkan keselamatan kita, keselamatan Paraguay, begitu besar cinta Sri Paus Benediktus XVI kepada negeri kita! Mereka mempertimbangkan kembali permintaan saya untuk membebaskan saya dari kewajiban sebagai uskup." Fernando Lugo menjadi uskup selama 29 tahun. Pertama di tanah airnya, kemudian di Ekuador, dimana teolog pembebasan, Leonidas Proano, menjadi guru besarnya. Setelah itu ia ditempatkan di Roma. Terakhir, selama 12 tahun ia bertugas di keuskupan San Pedro, sebuah kawasan termiskin di Paraguay. Lugo membela penduduk miskin yang ditindas kejam oleh tuan tanah besar. Disinilah ia mulai terjun ke dunia politik. "Perubahan dapat dicapai, jika ada kemauan politik. Saya pikir, tugas kepasturan di gereja sangat penting. Namun tidak mecukupi untuk memperjuangkan martabat rakyat Paraguay. Kehidupan yang layak dapat dicapai dengan memberikan pekerjaan halal dan kesempatan memperoleh pendidikan.". Tahun 2006 "Uskup Kaum Miskin" itu memulai karir politiknya. Pertama ia mengorganisir perlawanan terhadap presiden Duarte Frutos yang rakus kekuasaan. Kemudian ia membentuk sebuah koalisi yang terdiri dari partai oposisi, serikat buruh dan organisasi sipil lainnya untuk akhirnya menggeser partai tunggal Colorado dari pemerintahan: "Angka kemiskinan meningkat terus, begitu juga angka migran. Hampir tidak ada orang muda di Paraguay. Mereka meninggalkan Paraguay. Masalah sosial besar lainnya sama sekali tidak digubris. Lapangan kerja, sistem kesehatan, pendidikan, semua itu adalah defisit pemerintah sebelumnya di bidang sosial .". Lugo yang sering dijuluki sebagai "Uskup Merah" sebetulnya lebih mewakili haluan sosial demokrat moderat. Ia lebih mirip dengan Presiden Brasil Lula ketimbang presiden Venezuela Hugo Chavez. Prioritas Lugo adalah memberantas kemiskinan, korupsi dan mereformasi hak milik tanah. Anggota kabinetnya adalah antara lain seorang mantan pastur lain, sejumlah perempuan, begitu juga seorang bekas menteri dari partai Colorado. Gaya kepemimpinan Lugo bersifat damai dan lebih mirip seorang imam daripada seorang politisi. "Saya tidak mewakili agama ataupun gereja. Namun orang-orang masih saja menyamakan saya dengan gereja. Terutama dengan gereja Katolik. Saya juga meyakini, bahwa etika politik lebih penting.". Di masa mendatang, ia tidak akan menerima domba-dombanya, akan tetapi tamu kenegaraan. "Mulai sekarang Paraguay adalah katedral saya", demikian Lugo berjanji. Dalam pelantikannya nanti ia terpaksa harus menukarkan sandalnya dengan sepasang sepatu kulit. Namun, ia tidak akan mengenakan dasi.

Lugo dan Kondensasi Harapan

Pemilu Paraguay mengukir catatan historis Fernando Lugo, pastor dari ordo Societas Verbi Divini (Serikat Sabda Allah) dan "uskup orang miskin " terpilih sebagai presiden. Bagaimana menafsir realitas politik di Negara yang disebut Corazon de America (Jantung Amerika) itu? Apakah harapan rakyat kepadanya bisa terwujud?

"Teologi Hidup"

Terpilihnya Fernando Lugo sebagai Presiden Paraguay merupakan kado special ulang tahun ke-57 (30 Mei) dan ulang tahun ke-14 sebagai uskup (11 April). Lugo, yang keluarganya mengalami penindasan diktator Alfredo Strossner (1954-1989), melewati masa kecil; yang sulit. Namun, pendidikan guru SD dan formasi di seminari membuatnya lebih tegar. Saat bertugas sebagai pastor di Ekuador, ia amat terkesan dengan Uskup Leonidas Proano yang berpihak pada kaum miskin. Karena itu, setelah emat tahun bekerja sebagai misionaris di negara Andes, ia mengambil spesialisasi dalam bidang Doktrin Sosial Gereja di Roma (1983-1987). Teologi baginya bukan sekedar doktrin spekulatif tentang Allah, tetapi ekspresi pergumulan sosial umat Allah. Ide itu begitu dominan saat Lugo menjadi anggota Komisi Teologi para Uskup Amerika Latin (CELAM). Peran kaum religius yang sekedar "berkothbah" dibalikkannnya. Mereka harus berjuang demi petani garapan dan imigran. Sebagai Uskup di San Pedro Ycumandiyu, salah satu daerah etrmiskin di Paraguay, Lugo bergerak dari akar rumput, membentuk komunitas basis. Namun, setelah proses konsientasi dan pengajuan program alternatif dilewati pembaruan yang diharapkan tidak kunjung datang. Hegemoni kekuasaan mementalkan semua rencana. Bagi banyak poltisi, negara hanya lechera (sapi perah) yang dijarah, tetapi sedikit yang prihatin.

Dilema

Eforia kemenangan membawa dilema. Reformasi agraria yang dirancang Lugo tidak akan mudah dilewati. Para tuan tanah yang hanya 2 persen dari total 6 juta warga Paraguay bakal sulit berkompromi. Perlawanan dan rekayasa kekerasan justru bisa terjadi. Paraguay yang kini menduduki urutan ketiga dalam kriminalitas di Amerika Latin (setelah El Savador dan Kolombia) dapat menajdi ajang pertumpahan darah. Perlawanan juga datang dari tetangga, seperti Argentina dan Brasil; dalam renegosiasi terhadap PLTA Itaipu dan Yacyreta. Keduanya (bersama Uruguay) sejak perang Triple Alianza (1856-1870) telah merenggut kedaulatan Paraguay. Negosiasi bakal berhadapan dengan tradisi, menjadikan Paraguay sekedar obyek bukan mitra. Dilema juga dihadapi Gereja. Lugo yang mengajukan pengunduruan diri dari jabatan pastor dan uskup pada Desember 2006 karena bertentangan dengan Kitab Hukum Kanonik no.285 dan 287 belum dipecat, tetapi hanya diberikan sanksi a divinis untuk tidak melaksanakan tugas sebagai pastor. Alasannya, demikian Kardinal Giovanni battista Re, adalah "pilihan bebas dan untuk selamanya". Gereja diuji apakah masih "netral" dalam politik ataukah mengubah kebijakan yang berlaku selama ini.

Kedaulatan Hidup

Terlepas dari dilema, fenomena Paraguay membawa pembelajaran menarik.

Pertama, model baru pemahaman tentang agama. Tendensi reduktif yang mengecilkan agama hanya sebagai ritus dan doktrin pun diubah. Upaya meletakkan kedaulatan hidup (soberania de vida) di atas kedaulatan ajaran (soberania doctrinal) adalah contoh komitmen Lugo. Ortopraksis masih lebih mengena daripada sekedar ortodoksis. Masukan ini, misalnya, menjadi sumbangan berarti dalam memosisikan diri kita berhadapan dengan berbagai ajaran (doktrin). Kedua, kehadiran Lugo membuat takut penguasa karena beraliran "kiri-tengah". Bahkan, julukan gerilyawan dan" berdekatan" dengan Hugo Chavez dan Evo Morales bisa saja benar. Secara ideologis, sosialisme abad ke-21 menyatukan mereka. Namun, sejarah hidup berbeda. Karena itu, sejauhtidak mengkhianati prinsip, mustahil kategori "ekstremis" apalagi komunis terbukti. Yang pasti, ketidakadilan sosial merupakan hal yang amat melukai hatinya. Kendala birokratis akan diatasi. Sementara itu, negosiasi politik dan konsolidasi yang hanya melelahkan tidak bakal diambil. Yang ada hanya keberanian (bukan keragu-raguan) bertindak atas nama rakyat. Ketiga, adanya kematangan berpolitik. Pengakuan kemenangan dan ucapan selamat dari lawan yang kalah mengungkapkan kedewasaan berpolitik. Kita bukan saja enggan menyalami, bahkan berharap akan mukjijat penghitungan ulang. Penolakan dan klaim menang dan tidk kalah adalah ekspresi keengganan berubah dan amat dekat dengan infantilisme berpolitik. Untuk itu, di sela-sela pembelajaran, kita patut menyalami Fernando, Enhorabuena. Semoga suhu eforia politik cepat menggumpal dalam inti pengembunan atau kondensasi hingga menghadirkan hujan guna membasahi kegersangan Paraguay.

Lugo Ingin Akhiri 61 Tahun Partai Tunggal

Paraguay menggelar pemilu pada hari Minggu (20/4). Fernando Lugo, mantan Uskup yang menjadi calon favorit bertekad mengakhiri 61 tahun pemerintahan Partai Partido Colorado. Jajak pendapat mengunggulkan Lugo. "Selalu baik untuk menjadi yang pertama," ujar Lugo sebelum memberikan suara disebuah tempat pemungutan suara di sebuah sekolah di pinggiran ibu kota Asuncion. TPS dibuka pada pukul 07.00 atau 18.00 WIB. Lugo, yang kadang disebut sebagai "uskup kaum miskin" tampil sembari menyebutkan dirinya sebagai "Daud" Paraguay yang siap berperang melawan seorang "Goliath raksasa". Jajak-jajak pendapat paling akhir memperlihatkan dia unggul dari kandidat partai berkuasa Partido Colorado, Blanca Ovelar. Dia juga unggul dari Lino Oviedo, mantan kepala Staf AD Paraguay. Namun, sejauh ini sulit untuk dapat memperkirakan dengan pasti siapa yang akan memenangi pemilu. Ada sekita 2,8 juta pemilih terdaftar Paraguay yang memberikan suara mereka. Ovelar, mantan Menteri Pendidikan mengatakan dia berharap akan memenangi pemilu. Ovelar, yang disiapkan Presiden Nicanor Duarte yang segera berakhir masa jabatannya, menjanjikan menciptakan "sebuah pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya" di Paraguay. "Saya akan membawa perubahan", katanya disambut tepuk tangan meriah kala dia memberikan suaranya.

Partido Colorado telah bertahan selama 61 tahun melalui demokrasi dan kediktatoran di Paraguay. Paraguay merupakan negara agraris dan termiskin di Amerika Selatan. Delapan bulan lalu Lugo mempersatukan serikat-serikat buruh kiri, masyarakat Indian, dan petani miskin kedalam sebuah koalisi, Aliansi Patriotis untuk perubahan. Koalisi merupakan partai oposisi utama Paraguay. Lugo (56) kemudian melancarkan sebuah kampanye karismatis di mana dia mempersalahkan kesengsaraan ekonomi Parahuay akibat korupsi yang berlangsung selama puluhan tahun. Para elite yang berkuasa telah mengorbankan kaum miskin disebuah negara yang rakyatnya adalah petani. Pemilu presiden Paraguay hari minggu bermaksud memperebutkan jalur politik yang sejak tahun 1947 dikuasai oleh Partido Colorado. Partai ini praktis menjadi partai tunggal sekaligus partai yang paling lama berkuasa di Amerika Selatan. Lugo, kalau terpilih, kemungkinan akan membentuk sebiah pemerintahan kiri-tengah. Aliran kiri-tengah ini cenderung dianut pemerintah-pemerintah yang memenangi pemilu dalam dekade terakhir di seluruh Amerika Selatan. Lugo, mantan uskup yang dipecat sementara oleh Vatikan, menjadi lawan paling serius bagi partai Colorado sejak pemilu demokratis kembali digelar pada tahun 1989. Sebelumnya, selama 35 tahun Paraguay dikuasai militer. Lugo bertekad mengambil alih kekuasaan dari Duarte. Kalangan bisnis Paraguay was-was dengan klehadiran Lugo. Mereka melihat Lugo sebagai tokoh sayap kiriyang berbahaya yang kemungkinan besar akan mengiplementasikan kebijakan serupa Presiden Venezuela Hugo Chavez. Chavez bersikap proteksionis dan menasionalisasi beberapa industri. Sejauh ini, persaingan diantara para calon Presiden ini relatip imbang. Jajak pendapat memberikan 34 persen untuk Lugo, 28,5 persen untuk Blanca Ovelar dan 29 persen untuk Lino Oviedo. Namun, banyak analisis menjagokan Lugo. Tingkat pengangguran di Paraguay sekitar 13 persen. Ada 43 persen dari 6,5 juta penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Paraguay merepukan negara paling miskin setelah Bolivia.

POPULARITAS USKUP FERNANDO LUGO

Uskup Emeritus Fernando Lugo dari Paraguay, yang membuat gerah Vatican, popularitasnya semakin menanjak. Bila pemilihan umum di Paraguay diselenggarakan pada akhir bulan Maret 2007, maka Uskup Fernando Lugo, akan mengalahkan Nicanor Duarte, presiden yang kini berkuasa dari partai Colorado. Demikian hasil survei yang disebarkan oleh sejumlah media cetak dan elektronik di Asuncion, Ibu kota negara Paraguay. Selanjutnya menurut lembaga Survei Analisis y Estudios del diario ABC Color, total perolehan suara untuk Fernando Lugo sebanyak 42,4% sedangkan untuk Nicanor Duarte 34,3%. Para calon yang lain seperti Oviedo ( yang kini masih dalam tahahan penjara karena percobaan kudeta terhadap pemerintah), Luis Castiglioni ( kini menjabat sebagai wakil presiden) dan Pedro Fadul ( seorang bankir Katolik konservatif) masih di bawah 10%. Popularitas Lugo menanjak karena program-programnya memihak kepada kepentingan rakyat banyak dan bukan kepada segelintir orang kaya yang menguasai hampir semua kekayaan negara. Ketiga rencana besar Fernando Lugo apabila dipilih jadi presiden adalah:

Pertama: rekonsiliasi nasional : meninggalkan segala bentuk kemarahan dan dendam akibat berbagai tekanan politik pengecualian (politics of exclusion) yang diterapkan dalam rejim yang berkuasa dan membangun kembali kepercayaan diri bagi semua warga untuk menciptakan rekonsiliasi nasional. Fernando Lugo menjadikan hal ini sebagai landasan kokoh membangun pemerintahannya.

Kedua: Menjadikan institusi pengadilan sebagai suatu lembaga yang bebas dan otonom. Suatu pengadilan yang diperbarui, dengan hakim yang adil, jujur, penuh semangat melayani dan mandiri tanpa takut dalam menjatuhkan putusan kepada siapapun.

Ketiga: Pembangunan kesetaraan sosial. Menjadikan kaum marjinal sebagai pelaku pembangunan. Hak-hak sipil mereka diakui kembali dan peranserta mereka dalam menata kehidupan berbangsa diberikan jaminan. Untuk itu ia berjanji akan meninjau kembali sumber kekayaan terbesar hidroelektrik di Itaipu yang selama ini dimanipulasi oleh perusahaan multinasional untuk dikelola dan diperuntukan bagi kepentingan kesejahteraan rakyat.

Sejumlah pengamat politik di Paraguai menilai bahwa Amerika Serikat akan menjadi hambatan utama dalam proyek Fernando Lugo bila ia terpilih sebagai presiden kelak. Karena keberpihakannya kepada orang miskin akan mengancam kedudukan Amerika Serikat di kawasan itu karena cita-cita pasar bebas yang menjadi bentuk ekspansi ideologi kapitalisme Amerika Serikat di Paraguay untuk menguasai sumber hidroelektrik terbesar di benua itu akan terhambat dan terganggu. (Alfons Agus Duka, SVD. Disarikan dari Folha de Sao Paulo dan Revista ABN Asuncion)


0 komentar:

Posting Komentar