Salam Pembebasan,
Kekerasan terhadap kaum tani kembali terjadi. Setelah 18 desember 2008 lalu, dusun Suluk Bongkal, Bengkalis-Riau dibakar (diduga dilakukan oleh pihak kepolisian) yang disangka dipicu oleh sengketa lahan antara PT Arara Abadi (Suplyer bahan baku pulp and paper untuk PT. Indah Kiat Pulp and Paper-anak dari Sinar Mas Group), kemudian disusul kemudian 28 Mei 2009 3 orang petani diduga tewas akibat bentrokan antara rakyat tani desa Bangun Purba, Rohul-Riau dengan perusahaan suplyer bahan baku pulp and paper PT Riau andalan Pulp and Paper (RAPP), APRIL Group, kemudian Minggu (09/08/2009) tepatnya 8 hari menjelang peringatan Kemerdekaan Indonesia yang ke-54, aparat keamanan diduga melakukan penembakan terhadap petani Takakar yang melakukan protes terhadap pengolahan tanah mereka oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.
Menurut data yang kami himpun dari berbagai sumber, bentrokan diduga oleh karena tembakan oleh pasukan Brimob Polda Sulawesi Selatan. Dan dari sumber anggota Pemantau dari Komnas HAM, Dedi Askari pada Tribun Timur mengungkapkan bahwa telah terjadi dugaan Pelanggaran HAM di Takalar, Sulawesi Selatan dengan korban masyarakat sipil, dapat dirincikan, jumlah korban yang terkena tembakan berjumlah enam orang. Para korban penembakan itu terdiri, pertama; Haris Naba (28), warga Desa Romang Lompoa. Ia terkena mengalami luka di bagian lututnya. Kedua, Jufri Tona (30) warga Desa Parangbaddo yang mengalami luka di bagian perut sebelah kanan. Ia dirawat dan telah menjalani operasi tadi malam di Rumah Sakit Bhayangkara. Ketiga, Jamaluddin La'bang (28) warga Desa Barugaya. Dia mengalami luka di bagian mata kaki kiri. Keempat, Daeng Massu (55), warga Barugaya. Ia mengalami luka di kepala bagian dahinya. Keliman, Nasmen Nanring (32), warga Desa Timbuseng.
Apapun alasan apparatus keamanan terhadap kejadian ini, merupakan bukti bahwa menjelang kemerdekaan Indonesia yang ke-54 ini, petani masih saja dirugikan dengan tindak kekerasan yang sudah banyak memakan korban. Lebih parah lagi, disetiap setelah aksi kekerasan terjadi, upaya pengusutan yang dilakukan oleh lembaga terkait sangatlah minim. Berdampak pada kejadian yang berulang-ulang, sebab tidak dilakukannya efek jera terhadap pelaku dan otak tindak kekerasan tersebut. Inilah sejatinya dampak yang dilahirkan oleh pemerintahan kakitangan neoliberalisme yang jelas-jelas melindungi pemilik modal besar, serta melakukan penindasan terhadap kaum tani sebagai rakyat tak berpunya. Pemerintahan dengan cirri neoliberalisme inilah juga yang menutup akses kaum tani untuk memajukan pertanian mereka dengan cara menarik subsidi pada SAPROTAN/SAPRODI, berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pangan dan harga SAPRDI/SAPROTAN. Hasilnya kemudian adalah, kaum tani yang jelas-jelas tidak mempunyai fondasi ekonomi kuat (karena dibiarkan lemah) akan dengan sendirinya "mati di lumbung padi".
Maka melihat kondisi demikian, Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia-Kota Makassar MENYATAKAN SOLIDARITAS PERJUANGAN TERHADAP PETANI TAKALAR dan Menyatakan Sikap:
1. Mendesak Kapolri untuk segera mencopot Kapolres Takalar dan Kapolda Sulawesi Selatan. Dikarenakan adanya dugaan tindakan pelanggaran HAM di wilayah hokum Polres Takalar diduga dilakukan oleh Pasukan Brimob yang secara garis komando dibawah Kapolda Sulawesi Selatan
2. Mendesak Koomnas HAM untuk segera mengusut otak dan pelaku tindakan kekerasn yang menyebabkan jatuhnya korban luka-luka di pihak petani
Kami menyerukan kepada seluruh kaum tani untuk membangun front persatuan nasional melawan Neoliberalisme serta kakitangannya dalam negeri. Karena hanya dengan membangun persatuan front inilah, kemenangan akan kita jelang kemudian hari.
Demikianlah hal ini kami sampaikan. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terimakasih.
BANGUN PEMERINTAHAN KOALISASI NASIONAL MENGHADANG KAPITALISME-NEOLIBERAL
Kekerasan terhadap kaum tani kembali terjadi. Setelah 18 desember 2008 lalu, dusun Suluk Bongkal, Bengkalis-Riau dibakar (diduga dilakukan oleh pihak kepolisian) yang disangka dipicu oleh sengketa lahan antara PT Arara Abadi (Suplyer bahan baku pulp and paper untuk PT. Indah Kiat Pulp and Paper-anak dari Sinar Mas Group), kemudian disusul kemudian 28 Mei 2009 3 orang petani diduga tewas akibat bentrokan antara rakyat tani desa Bangun Purba, Rohul-Riau dengan perusahaan suplyer bahan baku pulp and paper PT Riau andalan Pulp and Paper (RAPP), APRIL Group, kemudian Minggu (09/08/2009) tepatnya 8 hari menjelang peringatan Kemerdekaan Indonesia yang ke-54, aparat keamanan diduga melakukan penembakan terhadap petani Takakar yang melakukan protes terhadap pengolahan tanah mereka oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV.
Menurut data yang kami himpun dari berbagai sumber, bentrokan diduga oleh karena tembakan oleh pasukan Brimob Polda Sulawesi Selatan. Dan dari sumber anggota Pemantau dari Komnas HAM, Dedi Askari pada Tribun Timur mengungkapkan bahwa telah terjadi dugaan Pelanggaran HAM di Takalar, Sulawesi Selatan dengan korban masyarakat sipil, dapat dirincikan, jumlah korban yang terkena tembakan berjumlah enam orang. Para korban penembakan itu terdiri, pertama; Haris Naba (28), warga Desa Romang Lompoa. Ia terkena mengalami luka di bagian lututnya. Kedua, Jufri Tona (30) warga Desa Parangbaddo yang mengalami luka di bagian perut sebelah kanan. Ia dirawat dan telah menjalani operasi tadi malam di Rumah Sakit Bhayangkara. Ketiga, Jamaluddin La'bang (28) warga Desa Barugaya. Dia mengalami luka di bagian mata kaki kiri. Keempat, Daeng Massu (55), warga Barugaya. Ia mengalami luka di kepala bagian dahinya. Keliman, Nasmen Nanring (32), warga Desa Timbuseng.
Apapun alasan apparatus keamanan terhadap kejadian ini, merupakan bukti bahwa menjelang kemerdekaan Indonesia yang ke-54 ini, petani masih saja dirugikan dengan tindak kekerasan yang sudah banyak memakan korban. Lebih parah lagi, disetiap setelah aksi kekerasan terjadi, upaya pengusutan yang dilakukan oleh lembaga terkait sangatlah minim. Berdampak pada kejadian yang berulang-ulang, sebab tidak dilakukannya efek jera terhadap pelaku dan otak tindak kekerasan tersebut. Inilah sejatinya dampak yang dilahirkan oleh pemerintahan kakitangan neoliberalisme yang jelas-jelas melindungi pemilik modal besar, serta melakukan penindasan terhadap kaum tani sebagai rakyat tak berpunya. Pemerintahan dengan cirri neoliberalisme inilah juga yang menutup akses kaum tani untuk memajukan pertanian mereka dengan cara menarik subsidi pada SAPROTAN/SAPRODI, berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pangan dan harga SAPRDI/SAPROTAN. Hasilnya kemudian adalah, kaum tani yang jelas-jelas tidak mempunyai fondasi ekonomi kuat (karena dibiarkan lemah) akan dengan sendirinya "mati di lumbung padi".
Maka melihat kondisi demikian, Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia-Kota Makassar MENYATAKAN SOLIDARITAS PERJUANGAN TERHADAP PETANI TAKALAR dan Menyatakan Sikap:
1. Mendesak Kapolri untuk segera mencopot Kapolres Takalar dan Kapolda Sulawesi Selatan. Dikarenakan adanya dugaan tindakan pelanggaran HAM di wilayah hokum Polres Takalar diduga dilakukan oleh Pasukan Brimob yang secara garis komando dibawah Kapolda Sulawesi Selatan
2. Mendesak Koomnas HAM untuk segera mengusut otak dan pelaku tindakan kekerasn yang menyebabkan jatuhnya korban luka-luka di pihak petani
Kami menyerukan kepada seluruh kaum tani untuk membangun front persatuan nasional melawan Neoliberalisme serta kakitangannya dalam negeri. Karena hanya dengan membangun persatuan front inilah, kemenangan akan kita jelang kemudian hari.
Demikianlah hal ini kami sampaikan. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terimakasih.
BANGUN PEMERINTAHAN KOALISASI NASIONAL MENGHADANG KAPITALISME-NEOLIBERAL
0 komentar:
Posting Komentar