Polisi kembali melakukan tindakan brutal dan tidak manusiawi, saat menangani protes para petani di Polombangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, minggu (9/8).
Menurut kronologis yang dikirimkan oleh aktifis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Makassar, kejadian ini menimbulkan korban luka sebanyak enam orang, dan tiga orang dinyatakan mengalami luka serius, diantaranya Aris Dg Naba (30 tahun) dan Jufri Dg Tona (32 tahun). Sementara itu, seorang warga bernama Daeng Nanring, ditembak dari jarak sangat dekat, serta mendapat berkali-kali pukulan popor senapan aparat kepolisian.
Pada awalnya, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) memaksakan memulai operasinya di atas tanah yang sedang berkonflik. Mendengar rencana ini, para petani dari berbagai desa pun berkumpul di sekitar areal tanah tersebut, untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Sayangnya, pihak polisi langsung bertindak reaktif terhadap kedatangan warga ini. Polisi pun memerintahkan warga untuk bubar, dan memerintahkan segera meninggalkan lokasi. Tidak berhenti di situ, pihak PTPN kemudian mengoperasikan tiga traktor di atas lahan itu, yang segera mengundang kemarahan warga petani.
Beberapa saat kemudian, ketika pasukan tambahan tiba di lokasi, Polisi pun kemudian melancarkan penyerangan ke arah petani, berupa tembakan peluru karet, gas air mata, dan melempari warga dengan batu. Mendapat serangan tiba-tiba, petani pun menjadi panik dan berlarian, kemudian mencoba melakukan perlawanan seadanya.
Polisi bukan hanya menyerang dan memukuli warga petani, tapi juga menangkap sejumlah mahasiswa dan memukul sejumlah jurnalis. Bahkan, seorang jurnalis TV swasta, menurut catatan kronologis kejadian, dipaksa menghapus rekaman gambarnya mengenai kejadian ini.
Seluruh korban kini di rawat di sejumlah Puskesmas dan Rumah Sakit Umum di Kabupaten Takalar. Selain itu, beberapa orang petani juga ditangkap, karena dianggap sebagai provokator.
Terkait kejadian ini, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Makasar segera mengeluarkan surat kecaman mengenai kejadian ini kepada Kapolda Sulsel dan Kapolri. Menurut Babra Kamal, ketua LMND Makasar, Polisi seharusnya bertindak sebagai pelindung masyarakat, bukan sebagai pelaku kekerasan.
LMND menganjurkan agar Komnas HAM dan pemerintah pusat segera turun ke lapangan, untuk menyelidiki kejadian ini dan memberikan perlindungan terhadap para petani dan keluarganya yang diselimuti ketakutan.
Terkait konflik ini, seharusnya Polisi menyerahkan kasus ini pada proses negosiasi antara petani, PTPN, Pemda, dan sejumlah organisasi sosial. Penggunaan cara kekerasan, menurut Babra, tidak akan menyelesaikan persoalan ini, malahan akan memperluas persoalan ini menjadi persoalan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM).
Menurut kronologis yang dikirimkan oleh aktifis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Makassar, kejadian ini menimbulkan korban luka sebanyak enam orang, dan tiga orang dinyatakan mengalami luka serius, diantaranya Aris Dg Naba (30 tahun) dan Jufri Dg Tona (32 tahun). Sementara itu, seorang warga bernama Daeng Nanring, ditembak dari jarak sangat dekat, serta mendapat berkali-kali pukulan popor senapan aparat kepolisian.
Pada awalnya, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) memaksakan memulai operasinya di atas tanah yang sedang berkonflik. Mendengar rencana ini, para petani dari berbagai desa pun berkumpul di sekitar areal tanah tersebut, untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Sayangnya, pihak polisi langsung bertindak reaktif terhadap kedatangan warga ini. Polisi pun memerintahkan warga untuk bubar, dan memerintahkan segera meninggalkan lokasi. Tidak berhenti di situ, pihak PTPN kemudian mengoperasikan tiga traktor di atas lahan itu, yang segera mengundang kemarahan warga petani.
Beberapa saat kemudian, ketika pasukan tambahan tiba di lokasi, Polisi pun kemudian melancarkan penyerangan ke arah petani, berupa tembakan peluru karet, gas air mata, dan melempari warga dengan batu. Mendapat serangan tiba-tiba, petani pun menjadi panik dan berlarian, kemudian mencoba melakukan perlawanan seadanya.
Polisi bukan hanya menyerang dan memukuli warga petani, tapi juga menangkap sejumlah mahasiswa dan memukul sejumlah jurnalis. Bahkan, seorang jurnalis TV swasta, menurut catatan kronologis kejadian, dipaksa menghapus rekaman gambarnya mengenai kejadian ini.
Seluruh korban kini di rawat di sejumlah Puskesmas dan Rumah Sakit Umum di Kabupaten Takalar. Selain itu, beberapa orang petani juga ditangkap, karena dianggap sebagai provokator.
Terkait kejadian ini, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Makasar segera mengeluarkan surat kecaman mengenai kejadian ini kepada Kapolda Sulsel dan Kapolri. Menurut Babra Kamal, ketua LMND Makasar, Polisi seharusnya bertindak sebagai pelindung masyarakat, bukan sebagai pelaku kekerasan.
LMND menganjurkan agar Komnas HAM dan pemerintah pusat segera turun ke lapangan, untuk menyelidiki kejadian ini dan memberikan perlindungan terhadap para petani dan keluarganya yang diselimuti ketakutan.
Terkait konflik ini, seharusnya Polisi menyerahkan kasus ini pada proses negosiasi antara petani, PTPN, Pemda, dan sejumlah organisasi sosial. Penggunaan cara kekerasan, menurut Babra, tidak akan menyelesaikan persoalan ini, malahan akan memperluas persoalan ini menjadi persoalan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM).
0 komentar:
Posting Komentar