Sabtu, 12 September 2009

Neokolonialisme Melayu


Oleh :Babra kamal lmnd

Sebagai sebuah bangsa kita merasa terhina, ketika berkali-kali pihak Malaysia melakukan klaim terhadap budaya Indonesia. Yang terakhir ini ketika Malaysia memasukkan tari pendet dalam iklan pariwisata milik Malaysia, sebelumnya batik, keris, lagu rasa sayangne, dan reok ponorogo juga diklaim oleh pihak Malaysia. Yang lebih parah lagi adalah begitu banyak kasus TKI kita yang mendapat perlakuan tidak manusiawi dari pihak Malaysia, dari Nirmala bonet sampai Manohara. Namun pemerintah kita seakan tidak punya tindakan dan membiarkan hal itu terjadi berulang-ulang.
Soekarno dan Ganyang malaysia
Konfrontasi Indonesia-Malaysia berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Keinginan itu ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai "boneka" Britania. Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Britania Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Malaysia apabila mayoritas di daerah yang ribut memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai perjanjian yang dilanggar dan sebagai bukti imperialisme Inggris.
Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tuanku Abdul Rahman Perdana Menteri Malaysia saat itu dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meleda
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tuanku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia.
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora).
Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng-"ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia. Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengkoordinir kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera yang terdiri dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon KKO.
Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Sukarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.
Sebagai tandingan Olimpiade, Soekarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan. (Wikipedia)

Berebut melayu
Entah mengapa Presiden SBY sampai sekarang blum mengambil langkah dan tindakan apapun, pemerintah cuma melayangkan protes yang belum tentu juga akan mendapat tanggapan dari pemerintahan Malaysia.
Kita tentu perihatin dengan kondisi yang seperti ini, betapa tidak blum lepas persoalan penganiayaan TKI, Malaysia dengan seenaknya mengambil satu persatu budaya kita. Ini tentu menjadi tamparan keras kepada Pemerintah dan rakyat Indonesia.
Kalau di Timur tengah ada Israel yang menjadi aggressor alias penjajah, bisa jadi mungkin Malaysia adalah Izraelnya Asia tenggara yang senantiasa bernafsu melakukan Ekstensifikasi wilayah. Pulau Sipadan dan Ligitan telah lebih dahulu diambil, selanjutnya ambalat dan yang terakhir pulau Jemur juga diklaim Malaysia sebagai wilayahnya.
Aroma perang dingin di tahun 1960 mungkin tak terasa lagi saat ini, namun dalam dunia Multipolar saat ini kita tentu melihat model penjajahan gaya baru yang di pakai oleh tiap nation (bangsa) dalam rangka memperkuat dominasinya secara ekonomi, politik dan budaya.
Malaysia tentunya punya agenda besar di balik pengkaliman budaya dan perampasan pulau-pulau terluar di wilayah NKRI, dulu dengan menjadi ujung tombak Inggris sekarang dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat Malaysia siap menjadi kekuatan baru di Asia tenggara.
Tidak asap kalau tidak ada api mungkin bisa menggambarkan bagaimana kita sangat lemah dalam mempertahankan dan menjaga asset-aset strategis yang kita miliki. Malaysia tidak mungkin seagresif itu ketika kita sebagai bangsa besar mampu mempertahankan apa yang menjadi hak kita.


0 komentar:

Posting Komentar