Jumat, 01 Januari 2010

Catatan akhir tahun 2009 ; Gerakan Mahasiswa


“bahwa penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan perikeadilan” (soekarno)

Menutup tahun 2009 ini, skandal Bank Century masih terus menggeliding bak bola salju yang menyeret sejumlah pejabat tinggi negara, pemerintahan SBY-Boediono yang baru seumur jagung di perkirakan akan menghadapi guncangan hebat akibat penggelontoran dana 6,7 Trilliun yang hingga kini entah kemana.
Tak bisa dipungkiri peran gerakan mahasiswa dalam merespon isu tersebut, bahkan diberbagai daerah mereka mendapat dukungan dari para akademisi yang juga tidak puas dengan pemberantasan korupsi pemerintahan SBY.
Namun agaknya beberapa prediksi akan munculnya semacam ‘People Power’ masih menjadi tanda Tanya besar, melihat gelombang protes yang dilakukan terhadap kasus century mulai menurun tensinya, utamanya yang dipelopori oleh kelompok mahasiswa. Kita tentu tidak mengingikan hal ini terjadi berlarut-larut. Disini saya mencoba memberi sedikit catatan perjalanan gerakan mahasiswa satu tahun terakhir ini

Melewatkan dengan manis
Sejarah telah mencatat mahasiswa selalu menjadi kekuatan penting perubahan, dari era penjajahan kolonial sampai reformasi 1998, mahasiswa selalu mendefenisikan dirinya sebagai kelompok pembela, pembebas dari rakyat yang tertindas.
Pasang surut gerakan mahasiswa, seakan menjadi sesuatu hal yang alamiah terjadi, periode revolusioner dan periode de-revolusioner (baca: masa tenang), masa otoriterian dan masa demokratis, namun kemampuan membaca situasi dan kemudian ketepatan mengambil langkah itulah yang seharusnya menjadi ciri dari mahasiswa sebagai kaum intelektual.
Pemilu legislatif april 2009 diikuti setidaknya 48 partai politik, secara umum gerakan mahasiswa menggap pemilu 2009 hanya menjadi dagelan politik semata, bukan pemilu rakyat, miliknya borjuasi dan tak akan membawa perubahan apa-apa, gejala ini tidak mengherankan sebab ini juga terjadi pada sebagian besar rakyat Indonesia yang makin tidak percaya dengan politik (apatis) terbukti dengan makin tingginya angka golput.
Namun beberapa kelompok gerakan mahasiswa bersama gerakan sektor lainnya seperti buruh, tani dan kaum miskin, melihat bahwa pemilu 2009 harus digunakan kalangan gerakan untuk membangun kekuatan politik alternatif. Dengan asumsi bahwa rakyat tidak bisa dijauhkan dari arena politik, rakyat harus diajak dan menjadi kekuatan politik seperti yang terjadi pada kurun waktu 1955-1960 gerakan mahasiswa mampu menjadi kekuatan politik.
Saya mencurigai kemenangan rezim neoliberal di tahun 2009 ini, selain karena persoalan kecurangan yang mereka lakukan, sedikit banyak juga karena tidak terlibat aktifnya kelompok mahasiswa dan gerakan secara umum untuk mengawal dan mengontrol pemilu, sehingga ketika sudah mencapai puncaknya (Pilpres oktober 2009) dengan pembelahan yang makin besar antara kekuatan neoliberal dan Anti-neoliberal , kekuatan neoliberal justru diuntungkan .

Patologi Mahasiswa
Pemilu telah berlalu dan kini kita mengahadapi situasi baru, berkuasanya kembali Rezim neoliberal, sementara gerakan mahasiswa masih mengidap penyakit akutnya, penyakit yang sampai sekarang belum kita temukan obatnya. Beberapa yang kita perlu cermati antara lain:
Pertama Fragmentasi makin menjadi-jadi, dari mulai persoalan Isu, ideologi, sektor sosial, orientasi politik sampai persoalan bendera, sama seperti pertanyaan yang selalu saya dapatkan ketika memberikan presentasi tentang gerakan mahasiswa: Kenapa gerakan mahasiswa tidak bisa menyatu?, mengutip Rudi Hartono peneliti Lembaga pembebasan media dan ilmu sosial (LPMIS), menurutnya Fragmentasi gerakan mahasiswa sengaja dipertahankan oleh Rezim agar gerakan hanya menjadi riak-riak kecil saja yang mudah dihentikan dan tidak mampu menjadi gelombang besar. Ini terjadi karena rezim baru ini mampu mengkanalisasi gerakan dalam prosedur demokratis.
Yang kedua adalah Momentum, gerakan mahasiswa dan momentum politik diibaratkan seperti air dan ikan yang tak bisa dipisahkan, gerakan mahasiswa sangat tergantung pada momentum politik, sehingga ketika akan melakukan gerakan sangat bergantung pada momen-momen politik, ketergantungan ini menurutku tidak menjadi masalah sejauh gerakan mahasiswa mampu mengartikulasikannya pada akar masalah sejatinya (Neoliberalisme) dan yang paling penting dari itu semua adalah bagaimana gerakan mahasiswa mengelola momentum dan menentukan strategi taktik yang tepat.
Beberapa bulan terakhir gerakan mahasiswa menunjukkan kembali geliatnya, skandal Bank Century menjadi fokus gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat lainnya, tak dapat dipungkiri gerakan anti korupsi sekarang ini masih bersandar pada kelompok mahasiswa sebagai vanguard (pelopor), pembuka jalan dari kesadaran anti-korupsi menuju kesadaran anti-SBY (neoliberal), kaum terpelajar ini, harus menyiapkan diri bukan hanya kuat bertempur dijalan, tapi sudah harus mulai merumuskan konsepsi bagaimana meraih dukungan rakyat seluas-luasnya hingga terbangun kesadaran rakyat yang sejati. Selamat tahun baru 2010.



0 komentar:

Posting Komentar